Selasa, 01 Maret 2016

Kisah 'Naga Terakhir di Muka Bumi' yang Menghuni Indonesia

Para membuat peta Abad Pertengahan memberikan tanda khusus pada sejumlah lokasi yang terletak di Kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara: sebagai tempat tinggal para naga.
Naga yang mereka maksud tak bisa terbang atau menyemburkan api. Namun, makhluk itu tak kalah mengerikan daripada hewan mistis dalam dongeng.
Dengan tubuh sepanjang 3 meter dan berat 70 kilogram, hewan ini bisa berlari hingga kecepatan 29 km/jam untuk mengejar mangsanya.
Begitu mendapatkan tangkapan berupa kerbau air atau rusa, makhluk tersebut akan menggunakan giginya yang setajam silet untuk merobek mangsanya, sembari menyuntikkan racun yang membuat korbannya berdarah-darah menuju kematian yang menyiksa. Tak hanya binatang, 'naga' itu juga pernah memangsa manusia.
"Makhluk itu memiliki sejumlah sistem persenjataan," kata Bryan Fry dari  University of Queensland, seperti dikutip sebagian dari BBC, Minggu (28/2/2016).
"Gigi menjadi senjata utama. Namun, jika tak mati akibat putusnya arteri femoralis, mangsanya niscaya akan menemui ajal akibat kehabisan darah."
Naga monster yang dimaksud adalah komodo (Varanus komodoensis), yang menghuni Pulau Rinca, Gili Motang, Nusa Kode, Flores, dan Komodo.
Reptil raksasa itu aslinya berasal dari Australia, mereka hidup di Benua Kanguru itu jutaan tahun lalu sebelum bermigrasi dan mencapai wilayah Indonesia sekitar 900 ribu tahun lalu.
Komodo selamat dari berbagai gonjang-ganjing alam: zaman es, kenaikan permukaan laut, gempa bumi, juga tsunami dahsyat yang terjadi di Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Islands).
Meski tangguh, keberadaannya terancam oleh manusia. Komodo ditangkap dan dijual ke kebun binatang atau kepada kolektor. Kaki dan kulitnya dianggap prestasi dalam kegiatan perburuan.
International Union for Conservation of Nature Red List melabelinya sebagai hewan yang terancam punah.
Taman Nasional Komodo dan upaya pelestarian sejauh ini berhasil menjauhkan hewan tersebut dari kepunahan. Namun, bukan berarti tak ada ancaman sama sekali.
Jumlah telur yang dihasilkan para betina amat sedikit. Tak ada jaminan komodo bisa terus bertahan atau tumbuh hingga 7 meter seperti nenek moyangnya.

Memangsa Manusia
Keberadaan komodo baru diketahui pada awal dekade 1900-an, meski rumor terkait eksistensi sang naga sudah lama terdengar.
"Ukuran mereka sungguh mengagumkan," kata Tim Jessopseorang ahli ekologi integratif dari Deakin University di Geelong, Australia. "Tubuh mereka tak hanya panjang, tapi juga kuat, solid, dan kekar."
Pada 1912, perwira Belanda, van Steyn van Hensbroek mendatangi Kepulauan Komodo. Ia menembak 'naga' tersebut dan mengirimkan kulitnya ke Peter Ouwens, ilmuwan yang kali pertama menulis makalah ilmiah soal kadal raksasa itu.
Empat belas tahun kemudian, W Douglas Burden asal Amerika mengunjungi Nusa Tenggara untuk menangkap puluhan hewan tersebut untuk American Museum of Natural History. Memorinya tentang ekspedisi menangkap komodo membuat hewan itu dijuluki 'naga'. Bahkan kisah petualangannya dan konfrontasi dengan binatang bias menginspirasi film King Kong.

Komodo hidup di lanskap terjal, bersemak-semak, dan savana. Hewan itu bisa berkamuflase dan menanti dengan sabar hingga mangsa mendekati mereka. Ia akan memangsa apa pun, manusia sekalipun.
"Saya telah menyaksikan apa yang bisa dilakukan hewan itu dan betapa ia bisa melukai manusia," kata Achmad Ariefiandy dari Komodo Survival Program (KSP). "Tak perlu bersikap seperti bintang film jika akhirnya Anda toh akan tergigit."
Soal bintang film, ada kejadian menghebohkan terkait komodo. Tempat kejadian perkaranya  (TKP) di Kebun Binatang Los Angeles, Amerika Serikat pada 2001.
Kala itu, seekor komodo berusaha memangsa kaki Phil Bronstein, editor San Fransisco  Chronicle, yang kebetulan adalah suami dari artis seksi, Sharon Stone. Untungnya, korban bisa selamat meski harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Komodo bisa melahap mangsa hingga 80 persen dari berat tubuhnya, kemudian mereka tak perlu makan selama beberapa minggu -- hanya berdiam diri sambil mandi matahari.
Dalam beberapa kesempatan, mereka menyerang penduduk yang tinggal di dekat habitat komodo. Ada 4 korban manusia dalam 4 dekade terakhir, warga setempat memperlakukannya sebagai 'hewan keramat'.

Mitos Komodo
Penduduk di sekitar habitat komodo meyakini, hewan buas tersebut adalah 'saudara kembar' manusia.
Menurut legenda, dahulu, seorang putri naga menikah dengan Empu Najo. Sepasang bayi kembar lahir. Tak semuanya berwujud manusia --seorang bayi laki-laki yang diberi nama Gerong, dan seekor komodo betina yang kemudian diberi nama Orah.
Gerong dan Orang lalu dibesarkan secara terpisah. Suatu hari, saat Gerong dewasa sedang berburu ia bertemu Orah --kembarannya. Senjata siap ia hunuskan. Namun, tiba-tiba muncullah sosok ibunya yang gaib. "Jangan kau bunuh, dia adalah saudarimu," demikian ucapan sang ibu.
Sejak saat itu, masyarakat Komodo meyakini bahwa mereka dan biawak Komodo bersaudara.
Kisah itu juga terpampang di sebuah papan di Taman Nasional Komodo. Memang tak masuk akal, namun, ada kearifan lokal dan pesan tersirat dalam legenda itu: keharmonisan manusia dan binatang, serta lingkungannya.
Namun, faktanya, ancaman terbesar bagi komodo adalah populasi dan aktivitas manusia yang kian berkembang. Juga kenaikan level permukaan air laut yang juga akibat ulah manusia.
Upaya konservasi hewan tersebut dimulai pertengahan tahun 1990-an ketika  Claudio Ciofi, ketika ahli biologi University of Florence tiba di Indonesia dan 'jatuh cinta' pada komodo.
Fakta bahwa upaya konservasi komodo dicetuskan dan dipimpin sebagian besar orang asing, diakui Ariefiandy sebagai 'memalukan'.
"Komodo adalah hewan nasional Indonesia, seharusnya orang Indonesia yang melakukan riset dan melindunginya," kata dia.
Satu lagi kabar baiknya, upaya pelestarian hewan tersebut juga dilakukan di sejumlah kebun binatang. Itu didukung fakta bahwa komodo betina bisa melahirkan dalam kondisi perawan.
Flora, komodo yang tinggal di Chester Zoo, London menjadi buktinya. Pada 2006 lalu, ia melahirkan delapan telur Komodo. Melalui proses partenogenesis - reproduksi aseksual tanpa pembuahan.
Kejadian di kebun binatang London itu adalah kali pertamanya partenogenesis pada komodo yang tercatat terjadi di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar